oleh WS Rendra (dibacakan pada 15 Mei 1998 didepan
pimpinan DPR)
Karena kami makan akar
dan terigu menumpuk di gudangmu
Karena kami hidup berhimpitan
dan ruangmu berlebihan
maka kita bukan sekutu
Karena kami kucel
dan kamu gemerlapan
Karena kami sumpek
dan kamu mengunci pintu
maka kami mencurigaimu
Karena kami terlantar di jalan
dan kamu memiliki semua keteduhan ...
Karena kami kebanjiran
dan kamu berpesta di kapal pesiar ...
maka kami tidak menyukaimu
Karena kami dibungkam
dan kamu nerocos bicara ...
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan ...
maka kami bilang TIDAK kepadamu
Karena kami tidak boleh memilih
dan kamu bebas berencana ...
Karena kami cuma bersandal
dan kamu bebas memakai senapan ...
Karena kami harus sopan
dan kamu punya senjata ...
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu
Karena kami arus kali
dan kamu batu tanpa hati
maka air akan mengikis batu.
Pengantar Penerbit
Di tengah krisis ekonomi yang membuat ribuan rakyat
kecil bertambah penderitaannya, sejumlah pejabat Indonesia menyatakan bahwa rakyat
Indonesia adalah orang yang paling terbiasa dengan penderitaan. Barangkali pernyataan ini
benar adanya tapi juga barangkali pernyataan ini adalah sebuah humor baru yang lebih mirip
sebuah parodi.
Belakangan ini orang Indonesia kian produktif menciptakan humor. Para pelaku ekonomi di
Indonesia juga tak mau kalah bikin humor segar dengan merespon pembelian dolar Amerika
secara besar-besaran saat RAPBN dibacakan Soeharto. Demikian juga ketika Soeharto
menyatakan takluk pada tuntutan IMF, orang kembali memborong dolar. Rupiah jadi anjlok.
Juga saat Soeharto menyatakan kesediaannya dicalonkan jadi presiden lagi oleh Harmoko.
Lantas anak presiden dan sejumlah pejabat membalasnya dengan humor pula. Antara lain
dengan melancarkan Gerakan Cinta Rupiah dan perlombaan menyumbang emas secara
mencengangkan. Tampaknya dalam situasi krisis, orang kian butuh humor.
Boleh jadi pers dibungkam, aktivis prodemokrasi dipenjara, organisasi kemahasiswaan dan
pemuda dibonsai, wakil rakyat sejati di-recall, aspirasi rakyat disumbat, tapi
siapa yang bisa melarang orang bikin humor? Barangkali humor adalah sebuah bentuk katarsis
orang dari ketidakberdayaannya dalam dunia nyata. Bisa saja penataran P-4 telah dijalankan
secara sistematis, gerak-gerik setiap warganegara diawasi dan para wakil rakyat diberi
pembekalan, tapi apa memang "ya" lantas semua jadi serba seragam?
Kumpulan humor dalam buku ini, paling tidak membuktikan bahwa ternyata tidak semua
manusia Indonesia telah "mati pikir" di negerinya sendiri. Ada sejumlah orang
yang masih kreatif dan berotak sehat. Buktinya mereka bisa membuat humor. Dan lewat
humor-humor bikinannya itu mereka berhasil mengundang orang lain untuk tersenyum. Meski
kadang sinis dan menyakitkan.
Kumpulan humor yang diterbitkan dalam buku ini seluruhnya di-down load dari
Internet. Sebuah media yang hingga kini belum bisa dikontrol apalagi dibredel oleh Polri,
ABRI, Bakin, BIA atau demit sekali pun. Apalagi oleh Deppen yang hingga kini masih sibuk
melakukan pembinaan terhadap para pemimpin redaksi media cetak lewat telepon, faksimili,
dan sejumlah pemanggilan.
Barangkali banyak di antara humor yang ada di buku ini merupakan pengulangan dari
sejumlah lelucon yang pernah diterbitkan. Barangkali para pengirim humor ini memang
mengadaptasi dari humor tentang penguasa Uni Soviet (dulu) atau lainnya. Itu tak penting,
sebab penderitaan itu berfaham universalian.Dalam strata penderitaan yang sama, ideologi
komunis atau sosialis seketika diganti dengan kapitalis atau Pancasila. Figur diktator
Hitler bisa diganti dengan Breznhev atau Lon Nol atau Soeharto. Kedunguan tokoh De Gaulle
dalam humor Perancis bisa paralel dengan kedunguan Syarwan yang pernah mengatakan,
"Dari nyanyinya saja, saya bisa menebak ideologi seseorang." Dalam sebuah lakon
tragedi, memang banyak paralelisme dari tokoh-tokohnya. Di bawah sebuah penindasan batas
antara tragedi dan komedi memang begitu tipis.
Kami, sebagai penerbit sengaja, menamakan diri sebagai Penerbit Pustaka GoRo-GoRo. Nama
yang sama dengan nama "rubrik" yang memuat humor-humor ini dalam Internet. Dan,
barangkali sebutan "GoRo-GoRo" memang kami anggap tepat untuk menggambarkan
bagaimana sebelum perang yang sesungguhnya dimulai, perlu sebuah babakan di mana dalang
mengeluarkan serangkaian lelucon. Pada saat ini badut dan punakawan berkesempatan
menertawakan brengseknya kekuasaan.
Selamat tertawa! Tertawalah sepuasnya, sebelum penguasa melarang orang tertawa dengan
cara melarang buku ini!
Judul: MATI KETAWA CARA DARIPADA ... lengkapnya MATI KETAWA CARA DARIPADA SOEHARTO
Gambar oleh: ISKRA
Penerbit: Pustaka GoRo-GoRo
Hak Cipta � Rakyat Indonesia yang di tengah tekanan dan
penderitaannya masih bisa berhumor-ria
Dipersilakan mengkopi sebanyak mungkin. Penerbit tak akan menuntut apa pun apalagi
menggunakan undang-undang negara yang telah banyak dosanya dalam membonsai kehidupan
bernegara rakyat Indonesia. Juga dipersilakan untuk menerbitkan edisi ulang sendiri
berikut tambahannya berupa lelucon politik tentang pejabat yang kini kian banyak
berkembang di masyarakat.
Anggota Ikatan Penerbit Buku Indonesia Alternatif (IKAPIA)
Cetakan Pertama, Januari 1998
Percetakan PT Manakutahu, Jakarta. |
|